Beranda | Artikel
Faedah Surat An-Nuur #21: Kapan Wanita Boleh Menampakkan Perhiasan?
Selasa, 25 September 2018

 

Kapan wanita boleh menampakkan perhiasan? Bisa direnungkan dari surat An-Nuur ayat 31 berikut ini, masih kelanjutan dari sebelumnya.

 

Tafsir Surah An-Nuur

Ayat 31

وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا ۖوَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَىٰ جُيُوبِهِنَّ ۖوَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا لِبُعُولَتِهِنَّ أَوْ آبَائِهِنَّ أَوْ آبَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ أَبْنَائِهِنَّ أَوْ أَبْنَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي أَخَوَاتِهِنَّ أَوْ نِسَائِهِنَّ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُنَّ أَوِ التَّابِعِينَ غَيْرِ أُولِي الْإِرْبَةِ مِنَ الرِّجَالِ أَوِ الطِّفْلِ الَّذِينَ لَمْ يَظْهَرُوا عَلَىٰ عَوْرَاتِ النِّسَاءِ ۖوَلَا يَضْرِبْنَ بِأَرْجُلِهِنَّ لِيُعْلَمَ مَا يُخْفِينَ مِنْ زِينَتِهِنَّ ۚوَتُوبُوا إِلَى اللَّهِ جَمِيعًا أَيُّهَ الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

Katakanlah kepada wanita yang beriman, “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putra-putra mereka, atau putra-putra suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara lelaki mereka, atau putra-putra saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.” (QS. An-Nuur: 31)

 

Kapan Boleh Menampakkan Perhiasan?

 

Wanita boleh menampakkan perhiasannya kepada:

  1. Suami
  2. Ayah
  3. Ayah suami (mertua)
  4. Anak laki-laki
  5. Anak laki-laki dari suami
  6. Saudara laki-laki
  7. Anak laki-laki dari saudara laki-laki (keponakan)
  8. Anak laki-laki dari saudara perempuan (keponakan)
  9. Wanita Islam
  10. Budak yang dimiliki
  11. Pelayan laki-laki yang tidak punya syahwat lagi pada wanita
  12. Anak-anak yang belum mengerti aurat wanita

Yang dimaksudkan dengan menampakkan perhiasan di sini adalah menampakkan zinah (perhiasan) yang asalnya disembunyikan yaitu pakaian berhias diri.

Apakah ada mahram yang tidak masuk dalam penyebutan di atas, ada yaitu paman dari jalur bapak dan paman dari jalur ibu. Walaupun mereka mahram, namun tidak masuk dalam dua belas rincian di atas yang boleh wanita menampakkan perhiasannya.

Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullah menjelaskan bahwa masalah berhias diri berbeda dengan masalah hijab. Masalah hijab punya pembahasan khusus dalam surat Al-Ahzab. Adapun surah An-Nuur membicarakan tentang perintah menjaga kemaluan, membersihkan, dan menyucikan diri.

Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin juga menerangkan bahwa masalah menampakkan perhiasan ini tidak terkait pula dengan masalah mahram. Karena ada mahram yang tidak disebutkan dalam dua belas pengkhususan di atas.

Untuk dua belas orang yang disebutkan di atas, batasan dalam menampakkan perhiasan itu berbeda-beda. Dimulai dari suami, berarti boleh menampakkan perhiasan apa pun secara mutlak.Yang disebutkan berikutnya, bisa jadi dibuat berurutan, bisa jadi pula melihat pada kebiasaan (adat).

 

Bolehkah Wanita Muslimah Menampakkan Perhiasannya pada Wanita Kafir?

 

Tentang hal ini para ulama berbeda pendapat. Ada pendapat yang menyatakan hanya boleh menampakkan perhiasan pada wanita muslimah saja. Ada pendapat juga yang menyatakan boleh menampakkannya pada seluruh wanita, termasuk wanita kafir. Pendapat kedua ini lebih dicenderungi oleh Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin dalam penjelasan tafsir di atas.

 

Menampakkan Perhiasan pada Pelayan Laki-Laki dan Anak-Anak

 

Boleh menampakkan perhiasan pada pelayan laki-laki atau pembantu dengan catatan ia tidak punya hajat pada wanita atau tidak punya nafsu syahwat lagi pada wanita. Boleh menampakkan perhiasan wanita pada anak-anak yang belum paham tentang aurat.

 

Perhiasan Di Kaki

 

Dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan”, ayat ini menunjukkan bahwa ada wanita yang memakai perhiasan di kaki walaupun ia sudah menutupnya. Namun ia menampakkan perhiasaan tersebut dengan menghentakkan kakinya supaya orang tahu keberadaan perhiasan tersebut. Ini suatu hal yang tidak dibolehkan.

Di sini dapat jadi pelajaran juga bahwa perhiasan wanita itu wajib ditutup, tidak ditampakkan bendanya, termasuk pula suaranya.

Syaikh As-Sa’di juga mengatakan, jangan sampai perhiasan tadi sengaja dibunyikan di tanah supaya terdengar kalau ia memakai perhiasan seperti gelang kaki. Ia sengaja menghentak-hentakkan kaki biar diketahui. Ini adalah perantara yang mengundang syahwat.

Syaikh As-Sa’di lantas membawa kaidah,

وَأَنَّ الأَمْرَ إِذَا كَانَ مُبَاحًا، وَلَكِنَّهُ يُفْضِي إِلَى مُحَرَّمٍ، أَوْ يَخَافُ مِنْ وُقُوْعِهِ، فَإِنَّهُ يَمْنَعُ مِنْهُ

“Suatu perkara yang mubah jika mengantarkan pada yang haram atau dikhawatirkan terjatuh pada yang haram, maka perkara tersebut dilarang.”

Contoh di sini kata Syaikh As-Sa’di, kalau seorang wanita menghentak-hentakkan kakinya di tanah, asalnya memang boleh. Namun kalau tujuannya agar orang-orang tahu perhiasan dirinya, maka seperti itu dilarang.

Kalau kita lihat dari ayat 31 dari surat An-Nur, perhiasan wanita seperti kalung, gelang, cincin hingga kosmetik dan bedak yang ada di wajahnya hanya boleh ditampakkan pada 12 orang yang disebutkan di atas.

 

Perhiasan Apa Saja yang Boleh Ditampakkan pada Mahram?

 

Yang boleh ditampakkan pada mahram adalah yang nampak secara umum di rumah, seperti kepala, anggota wudhu, yang biasa nampak ketika ia membereskan pekerjaan rumah. Kalau memang ada mahram yang biasanya usil, maka hendaklah wanita tersebut lebih menutupi diri lagi agar tidak terjadi kerusakan karena Allah tidak suka jika ada yang berbuat kerusakan.

 

Aturan Berhias Diri bagi Wanita

 

Pertama: Dilarang bagi wanita menyambung rambut karena dalam hadits disebutkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat wanita yang menyambung rambut dan meminta disambungkan rambutnya.

Kedua: Dilarang bagi wanita mencabut atau menghilangkan alis dan bulu mata, sebagian atau seluruhnya, baik memendekkan atau mencukurnya, baik menggunakan bahan tertentu untuk menghilangkan seluruhnya atau sebagiannya. Perbuatan semacam ini disebut “an-namsh”. Di mana disebutkan dalam hadits, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallammelaknat wanita yang mencukur atau mencukur sendiri alisnya. Perbuatan ini termasuk dalam dosa besar. Seorang wanita pun tidak boleh menaati suaminya jika diperintah mencukur alisnya.

Ketiga: Dilarang bagi wanita mentato dirinya karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallammelarang mentato dengan ditato orang lain atau mentato dirinya sendiri.

Keempat: Dibolehkan bagi wanita menggunakan hena pada tangan dan kakinya, juga kuku. Namun berhias diri ini untuk wanita seperti ini berlaku untuk yang sudah menikah untuk suaminya di rumah. Hendaknya pula menghindari mewarnai kuku dengan pewarna yang tidak menghalangi masuknya air.

Kelima: Dibolehkan bagi wanita mewarnai rambutnya jika memang sudah beruban. Namun dihindari menggunakan warna hitam. Kalau rambut belum beruban, masih berwarna hitam, tidak dibolehkan untuk diubah ke warna lain karena warna hitam pada rambut menunjukkan kecantikan. Dan ketika itu bukan keadaan darurat pula dibutuhkan untuk mewarnai rambut. Juga ada sebab terlarangnya karena meniru-niru model rambut orang kafir.

Keenam: Boleh bagi wanita berhias diri dengan emas atau perak sesuai dengan kebiasaan, sebagaimana hal ini disepakati oleh para ulama. Namun tidak boleh bagi wanita menampakkan perhiasan dirinya lelaki yang bukan mahram, bahkan baiknya tetap ia tutup dari pandangan laki-laki terkhusus ketika keluar dari rumah. Karena menampakkan semacam tadi dapat menimbulkan gejolak. Suara perhiasan yang dikaki saja dari wanita tidak boleh diperdengarkan, apalagi menampakkan perhiasannya.

Semoga mendapat hidayah dari tulisan ini.

 

Referensi:

  1. At-Tashiil li Ta’wil At-Tanziil Surat An-Nuur. Cetakan kedua, Tahun 1423 H. Syaikh Musthafa Al-‘Adawi. Penerbit Maktabah Makkah.
  2. At-Tambihaat ‘ala Ahkam Takhtash bi Al-Mukminaat. Syaikh Shalih bin Fauzan bin ‘Abdillah Al-Fauzan, Penerbit Dar Al-‘Aqidah. hlm. 9-14.
  3. Tafsir Al-Qur’an Al-Karim – Surat An-Nuur.Cetakan pertama, Tahun 1436 H. Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin. Penerbit Muassasah Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin Al-Khairiyyah.

 

Diselesaikan di Darush Sholihin Panggang (Perpus Rumaysho), Sabtu, 12 Muharram 1440 H

Oleh: Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel Rumaysho.Com


Artikel asli: https://rumaysho.com/18674-faedah-surat-an-nuur-21-kapan-wanita-boleh-menampakkan-perhiasan.html